Semarang, UNWAHAS – Centre for Religous Moderation Studies (CRMS) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penguatan Toleransi Internal Umat Islam di Provinsi Jawa Tengah di Auditorium Kampus I Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu (24/06/23) Pagi.
Peserta Forum FGD dihadiri oleh 32 organisasi keagamaan dalam internal Islam, terdiri dari perwakilan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Ahmadiyah, Persis, Majlis Tafsir Al-Quran, Rifaiah, LDII, Syiah dan lainya.
Rektor Unwahas, Prof. Dr. KH. Mudzakir Ali, MA, menyatakan, kampus Unwahas merupakan kampus NU yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah, menerima semua kalangan agama dan aliran untuk kuliah di kampus Aswaja. Dengan bukti banyaknya mahasiswa dari berbagai latar belakang agama dan negara bisa hidup rukun dan berdampingan di kampus Unwahas.
Dalam proses FGD yang dimoderatori Dekan FAI, Dr. H. Iman Fadhilah, M.SI mengenalkan tokoh pengantar diskusi, diantaranya Ketua FKUB, Taslim Sahlan, Prof. Suparman Syukur, dan Romo Budi, Pendeta Yosua, dan Romo Warto.
Ketua FKUB Jateng, KH. Taslim Syahlan, mengatakan, bahwa melalui Perbub akan dibentuk FKUB sampai ke kecamatan dan desa/kelurahan. Sehingga akan semakin menguatkan dalam menerapkan kerukunan dan moderasi beragama di masyarakat.
Taslim menjelaskan bahwa agama, aliran, dan kepercayaan apapun, kerangka besarnya dalam sikap beragama adalah terdiri dari empat hal, yakni mengimplementasikan komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, akomodatif terhadap kearifan lokal.
“Saling menghormati, bergerak kepada keseteraan, bekerja bersama-sama,” Jelas Taslim.
Kemudian, Guru Besar UIN Walisongo, Prof. Suparman Syukur, menyampaikan satu ayat dalam surat Al-Baqarah ayat 143, sebagai legitimasi, ia menyatakan bahwa baik Islam, Yahudi, Nasrani, dan agama lainnya meyakini bahwa agama apapun akan diselamatkan oleh agama dan keyakinannya masing-masing.
“Dan ini kita doakan dalam tasyahud Akhir, dan termasuk mendoakan agama lain juga, jadi kita semua akan ketemu semuanya di Surga,” jelas Prof. Suparman.
Kemudian, ada kekeliruan pada zaman dulu memaknai Bhineka Tunggal Ika, tidak dijelaskan perbedaan tetapi langsung kesatuan, gimana kita mau menyadari kalau kita tidak tahu. Ia menekankan pada dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan yang harus dijembatani adalah pemahaman radikalisme.
“NU dan Muhammadiyah sepakat, menghadang pemikiran-pemikiran radikalis,” jelas Prof. Suparman.
FGD Ajang Harmonisasi Internal Agama
Dalam sebuah forum FGD, masing-masing organisasi saling memperkenalkan diri dan ajaran yang dibawanya. Karena dengan melalui metode ini, para peserta akan memahami satu sama lain dari keyakinan dan dalam ajaran alirannya.
Penyamipaian dengan diwakili masing-masing peserta secara berurutan, mulai dari NU, Muhammadiyah, Rifaaiyah, Ahmadiyah, Yayasan Persadani, Syiah, LDII, dan lainnya.
Seperti yang disampaikan dalam FGD dari Angkatan Muda Rifaiyah (Amri) Rifaiyah, menyampaikan bahwa pendirian Rifaiyah adalah dari KH Ahmad Rifa’i yang merupakan organisasi Islam, dan lahir Kendal bermadzhab Syafiiah.
Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) Semarang juga menyampaikan bahwa, orang yang tergabung dalam Yayasan tersebut adalah mantan para napi terorisme. Ia menceritakan bagaimana proses-proses radikalisme itu disebarkan, dan menurutnya paling potensial perekrutan tersebut melalui mahasiswa yang berada di perguruan tinggi. Salah satu anggota Persadani menceritakan bahwa pertama kali kena doktrin radikal, awalnya aktif di remaja masjid, iktu kajian-kajian, kemudian cukup satu ayat Al-Qurban untuk mendoktrin radikal
Kemudian perkenalan juga dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Indarwanto, menceritakan bahwa ada program LDII yang dikedepankan, pertama wawasan kebangsaan, program dakwah, Sunah Rasul dan Akhulsunah Wal Jamaah. Mengenai isu orang non-LDII jika masuk masjid akan dibersihkan (dipel), ia menyampaikan bahwa harus menghapus stigma “mengepel masjid” jika dimasuki orang non-LDII.
“Ajaran LDII sekarang masjid terbuka untuk umum’” Jelas Indarwanto.
(mas Jae)