Semarang— Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) menjadi tuan rumah pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) V Asosiasi Pengelola Program Doktor Pendidikan Agama Islam Indonesia (APDOK PAI-Indonesia) yang digelar secara daring pada Kamis (9/10/2025). Tema Munas kali ini adalah “Penguatan Akreditasi dan Peningkatan Kualitas Keilmuan Program Doktor PAI di Indonesia.”
Kegiatan ini dihadiri oleh para pengelola program doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Agenda utama Munas kali ini meliputi evaluasi program kerja, perumusan arah kebijakan baru, serta penguatan mutu akademik dan kelembagaan program doktor PAI.
Unwahas Bangga Jadi Bagian dari APDOK PAI
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Agama Islam Unwahas, Dr. H. Iman Fadhilah, menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan yang diberikan kepada Unwahas sebagai tuan rumah pelaksanaan Munas.
“Terima kasih atas kepercayaannya kepada Universitas Wahid Hasyim yang dipercaya sebagai host untuk kegiatan Munas ini,” ujar Dr. Iman. “Harapannya, suatu saat kami bisa ketempatan sebagai tuan rumah pelaksanaan Munas secara luring.”
Ia menambahkan, keberadaan Program Doktor PAI kini sudah tersebar di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Karena itu, kolaborasi antarprogram menjadi penting untuk saling memperkuat mutu dan reputasi akademik.
“Kebanggaan bagi kami menjadi bagian dari asosiasi ini,” lanjutnya. “Meski dilaksanakan secara online, semoga kegiatan ini membawa kemaslahatan bagi pengelola program PAI dan kampus-kampus di seluruh Indonesia.”
Memperkuat Organisasi dan Regenerasi Kepemimpinan
Sementara itu, Ketua APDOK PAI-Indonesia, Dr. Silahuddin, M.Ag, menegaskan bahwa kegiatan Munas bukan hanya forum administratif, tetapi momentum memperkuat organisasi dan menyiapkan arah pengembangan ke depan.
“Kurang lebih ada 40 program studi S3 PAI di Indonesia,” ungkap Dr. Silahudin. “Kita perlu memperkuat organisasi, memperkuat kurikulum, dan memberi penguatan dalam akreditasi agar semuanya unggul.”
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi riset antarkampus serta perencanaan program jangka panjang menuju 2026, termasuk peremajaan kepengurusan.
“Memimpin itu bukan untuk mempertahankan posisi, tetapi untuk menyiapkan generasi berikutnya,” tegasnya. “Karena itu, dalam Munas ini kita juga akan memikirkan AD/ART dan peremajaan pengurus agar organisasi ini terus hidup dan relevan.”
Paradigma Akreditasi Harus Diubah: Dari Formalitas ke Makna
Dalam sesi pengarahan, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof. Maragustam Siregar, memberikan refleksi kritis terkait arah pengelolaan mutu akademik program doktor PAI. Ia menilai bahwa banyak perguruan tinggi terlalu sibuk mengejar label “unggul” dalam akreditasi tanpa memastikan keterkaitannya dengan kualitas akademik mahasiswa.
“Paradigma akreditasi harus diubah,” ujar Prof. Maragustam. “Unggul itu memang capaian tertinggi secara formalitas, tapi apakah unggul itu berkaitan dengan kemampuan akademik mahasiswa? Ternyata tidak.”
Ia mencontohkan fenomena lulusan dengan predikat cumlaude yang tidak selalu mencerminkan kemampuan akademik yang sebenarnya.
“Dalam satu wisuda, bisa jadi 90 persen lulus dengan cumlaude, tapi kemampuan akademiknya biasa saja,” ujarnya menegaskan.
Menurutnya, setelah memperoleh status unggul, program studi harus melangkah lebih jauh untuk mengukur dampaknya terhadap mahasiswa, masyarakat, dan peradaban.
“Ketua prodi dan sekprodi itu pemimpin akademik, bukan manajer dokumen,” ujar Prof. Maragustam. “Akreditasi itu bukan tujuan akhir, tetapi cermin mutu untuk membangun PAI yang bermakna.” Ia menutup dengan pesan agar para pengelola program doktor tetap berpikir visioner, menjadikan akreditasi bukan sekadar formalitas, melainkan alat refleksi untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam yang sesungguhnya.
Kontributor: Tedi

